Aku sempat menyebutkan buku ini di
postingan Catatan Hati Seorang Gadis sebelumnya. Buku nonfiksi ini menjadi
salah satu buku yang wajib untuk dikoleksi bagi muslimah yang senantiasa ingin
memperbaiki diri (Ishlah) mengingat akhlak itu sendiri ialah cerminan iman
seseorang. Tidak hanya mengulas kepribadian, buku ini juga membahas penampilan
(seperti kebersihan diri dan cara berpakaian). Selain membeberkan tentang
kesalahan kita yang kadang kala luput dari koridor kesadaran diri, penulisnya
juga memberikan tips agar sifat nyebelin
sebisa mungkin tak tersemat dalam diri setiap muslimah.
Oh iya, maksud nyebelin disini adalah suatu perbuatan yang karenanya orang lain
mengalami gangguan kenyamanan. Baik itu hati, pikiran, rasa maupun pancaindra.
Dari banyak hal yang dibahas di buku
ini, aku hanya ingin membahas beberapa saja. Aku akan membubuhi hal itu dengan
sudut pandang pribadi. Ada alasan kuat mengapa aku hanya ingin membahas hal -
hal dibawah ini. Selain karena pengalaman pribadi, ada juga yang kubahas karena
aku memang ingin mengomentarinya.
1. Membicarakan orang
lain saat pengajian.
Ngomong - ngomong soal
pengajian nih, sudah cukup lama aku
tidak mengikutinya. Aku lebih sering menonton pengajian dalam bentuk video
melalui YouTube. Selain lebih bebas,
aku juga bisa lebih nyaman membagi waktu kala ingin menontonnya. Walaupun tidak
bisa kita pungkiri menghadiri pengajian secara langsung memiliki keutamaan yang
mungkin lebih besar dibanding menonton secara tidak langsung seperti yang
kulakukan. Pahala karena silaturahmi contohnya.
Baiklah, kembali ke point diatas. Bergosip. Sepertinya ini
memang telah melekat dengan kaum hawa. Tapi aku tidak pernah melihat (atau
mungkin lupa) ada muslimah yang bergosip saat pengajian.
2) Disebut riya
atau sok suci saat mengingatkan teman
dalam hal kebaikkan.
Hmmm, untuk yang satu ini aku pernah mengalaminya. Sakit memang dan cukup
membuat terpuruk. Tapi setelah bertambah umur, kurasa aku mulai bisa
menyikapinya dengan bijak. Sederhananya, tidak semua orang suka untuk
dinasehati. Itu bagian dari ego. Tugas kita hanya mengingatkan dan mengenai
pilihan yang ia pilih, itu lepas dari kuasa kita. Ada saatnya kita tidak harus
mempedulikan penilaian orang lain selama ini tidak dalam konteks yang
berlebihan. Aku setuju dengan pernyataan di buku ini yang menyebutkan bahwa
mengingatkan orang lain itu sama dengan mengingatkan diri sendiri. Sebuah
perbuatan yang tidak bermaksud menggurui dan ajang belajar bahkan untuk diri
sendiri.
3) Mencela melalui komentar.
Ini realita yang
membuat ujian di dunia menjadi lebih menarik. Dosa lisan yang dianggap biasa
menurut beberapa orang. Celaan ini bisa karena penampilan, finansial, akademis
atau fisik. Kita harus menyikapinya dengan positif. Terluka sama dengan kalah.
Untuk menang, kita harus bangkit dan menjadikannya sebagai salah satu penyemangat
terbesar dalam mencapai keberhasilan. Selain itu sifat cuek juga diperlukan
disini. Waktu kita terlalu berharga jika dipakai untuk meratapi komentar
mereka. Toh, komentar kejam mereka
pun tidak menjamin kemuliaan diri mereka. Lantas kenapa kita harus memikirkan
mereka yang secara tidak langsung merendahkan diri mereka sendiri ? Merendahkan
dengan melakukan sesuatu yang Allah benci yakni melukai hati hamba yang
dicintai - Nya.
4) Tidak menganggap ada seseorang.
Di buku ini ada ikhwan yang peka mengenai sifat muslimah
yang satu ini. Wih keren sih, aku
kira laki - laki itu bukan sosok orang yang memiliki tingkat kepekaan yang
tinggi seperti itu.
Baik, kembali lagi ke
topik pembahasan. Hal ini termasuk kategori jahat, nggak peka dan egois. Hal ini memberikan kesan mendalam untukku
saat pertama kali mendapat perlakuan serupa dari saudara muslimah kita itu.
Jadi ceritanya mereka cuma mau berdua aja.
Toh itu main ke toko buku, pusat
perbelanjaan, masjid atau sekedar jajan di kantin. Pertama kali sih sakit banged diginiin. Ya karena mereka tahu kita ada tapi kita tak lebih
dari bayangan di mata mereka. Tapi seiring berjalannya waktu untukku pribadi
ini jadi bukan sesuatu yang menyakitkan dan menjadikanku bersyukur kala bersama
muslimah yang menganggapku ada. Rasanya jadi spesial dan buat terharu gitu hehe. Tapi bukan berarti tidak
menganggap ada seseorang itu hal sepele loh.
Kita harus menghindarinya karena seperti yang kita semua tahu menyakiti hati
orang lain itu haram hukumnya.
5) Membunuh kebahagiaan seseorang.
Aku memodifikasi
kalimat asalnya dan kalimat yang kubuat menjadi terasa lebih ekstrim haha. Aku pernah mendapat komentar yang nyelekit dari seseorang. Jadi begini
ceritanya. Aku adalah lulusan SMK dan karenanya aku memiliki kesempatan Praktek
Kerja Industri (Prakerin). Karena aku mengambil jurusan Kimia Analis maka aku
mendapat momen prakerin di laboratorium. Ilmu kimia adalah ilmu yang cakupannya
sangat luas. Aku dan teman - teman seperjuanganku bahkan bisa prakerin di lab
yang menguji sample yang sama sekali
belum pernah kami uji. Aku anggap ini menarik dan menyenangkan. Kala itu aku
menguji viskositas dari minyak pelumas. Aku berjuang keras untuk menyatukan
alat dan hal ini berbuah manis. Sebagai bentuk syukur aku meluapkan kegembiraan
dengan cara yang ekspresif. Lalu meluncurlah kalimat yang tidak pernah kuduga
akan mendarat ditelingaku. Temanku mengatakan, “Terus ?” dengan ekspresi penuh
penghinaan. Kegembiraanku lenyap seketika. Syedih
sih kalau dicertain mah. Tapi sejak
itu aku jadi berpikir ulang jika harus menunjukan sisi ekspresif.
6) Bicara di momen yang tak tepat.
Aku baru menyadari
kesalahan ini sekarang. Ternyata kita bisa nyebelin
karena hal ini loh. Contohnya jika kita menyegat seseorang yang tadinya akan ke
toilet karena ingin bertanya atau minta tolong sesuatu, atau mengajak bicara
seseorang yang sedang bicara di telepon. Dalam hal ini sabar menjadi solusi.
Mendahulukan kepentingan orang lain yang dirasa lebih penting.
Membicarakan mengenai
telepon, aku jadi ingat contoh lain dari kasus ini. Semasa 20 tahun hidupku aku
sempat mengalami ini. Jadi saat itu aku ngekos
bareng rekan kerjaku. Apa yang nyebelin
dari dia dan telepon ? telepon dan dianya sih
gak masalah. Yang jadi masalah adalah
jam berapa dia menelepon. Dia menelepon atau ditelepon kekasihnya saat tengah
malam. Di jam dimana mata ingin terpejamkan karena keadaan dan kelelahan
setelah aktivitas seharian. Dia sih
tenang dan bahagia aja teleponan.
Tapi hal itu sebaiknya tidak dilakukan oleh seorang muslimah deh. Ini terlalu egois dan sulit
termengerti. Jika dia sebegitunya, kenapa tidak menikah saja ? Apa tidak ada
waktu lain bagi mereka untuk berkomunikasi ? Lagipula, sebelum pernikahan
komunikasi itu memang harus dibatasi kan ?
7) “Masa
segitu aja nggak tahu sih ?” ini kalimat nyebelin atau membuat orang
berpikir “Bego banget sih, gitu aja nggak
ngerti.”
Aku juga pernah
mendapat celoteh serupa. Saat itu aku berujar, “Oh jadi arti behind itu dibelakang ya.” Tak berselang
lama kemudian terdengar kalimat, “Emang iya. Baru tahu ?” Wah penghinaan secara
tidak langsung pikirku haha. Aku
memang tipe orang yang jarang belajar Bahasa Inggris kala itu dan sekalinya
belajar Bahasa Inggris ya saat akan ada ulangan saja.
8) Memudahkan orang lain dalam hal kebaikkan.
Momen ibadah itu bisa
jadi momen nyebelin juga. Contohnya
saat sholat di mushala di tempat umum
semacam pusat perbelanjaan. Aku sih
orangnya jarang main jadi hal semacam ini pun aku nggak ngeuh. Malahan aku baru tahu kalau beberapa muslimah tidak peka
untuk memudahkan orang lain saat jama’ah padat, mushala sempit dan waktu shalat
yang singkat. Amat disayangkan ya,
padahal jika dilihat lebih lanjut memudahkan orang lain itu bagian dari ibadah
juga kan ?
Usai sudah point yang ingin kubahas. Ulasan diatas
lebih menekankan aku sebagai korban. Walaupun tidak menutup kemungkinan akupun
punya banyak sisi nyebelin yang tidak
kusadari. Semoga kita senantiasa menjadi pribadi yang lebih baik dari hari
kehari. Salah satunya dengan membuka mata kita lebih lebar melalui pemikiran
dari sisi korban sepertiku. Ini juga jadi pembelajaran besar untukku agar tidak
melakukan hal yang sama pada orang lain. Akhir kata semoga tulisanku ini
bermanfaat dan sampai jumpa.