Sabtu, 22 Juli 2017

Antara Imam Syafi’i, ilmu dan cerita (tentang) hijrah


Hasil gambar untuk ilmu buku

Beberapa hari lalu aku mendapat materi mengenai kisah Imam Syafi’i. Lebih tepatnya tentang kecintaan Imam Syafi’i terhadap ilmu. Aku semakin takjub pada beliau. Pada saat itu Imam Syafi’i hidup dalam kemiskinan. Kondisi ini tidak menyurutkan semangatnya dalam menuntut ilmu. Saat itu ia tidak mampu membeli carikan kertas guna mengabadikan suatu ilmu. Ia mencari alternatif lain yaitu dengan menuliskan ilmu - ilmu yang ia dapat dalam tulang, pecahan tebikar, dan pelepah kurma.

MasyaAllah! Siapa yang mengira, seseorang yang terbatas seperti beliau dikemudian hari menjadi sosok yang begitu besar. Seseorang yang masih dikenal hingga kini, seakan zaman tak memudarkan sosoknya. Manisnya ilmu beliau masih bisa kita rasakan.

Ia mengabadikan ilmunya dalam tiap goresan pena. Disebutkan dalam kutipan beliau, “Ilmu bak buruan dan catatan adalah pengikatnya.” Ia adalah sosok yang ahli di bidang sastra, agama, Bahasa Arab termasuk kedokteran. Mengetahui semua ini, tidak heran jika sebelum aku tahu kisah beliau, aku sempat membaca suatu kutipan yang mendeskripsikan akan pentingnya ilmu. Ini kutipannya :

“Bila kau tak tahan lelahnya belajar, maka kau harus menahan perihnya kebodohan.” ~ Imam Syafi’i.

Baik, seperti judul diatas. Kita juga akan membahas tentang hijrah. Kenapa aku menyandingkan kata hijrah dengan beliau ? Karena bahasanku tentang hijrah sangat berkaitan dengan pemikiran beliau tentang hijrah. Hijrah berasal dari bahasa Arab yang artinya pindah. Dalam bahasa Indonesia sendiri, pindah itu tentu saja mengalami perubahan. Jadi dalam hal ini, apapun yang berubah baik sifat, barang maupun tempat, artinya itu adalah berhijrah. Tentu saja berhijrah ini dalam konteks yang positif yakni berubah menjadi lebih baik.

Dalam salah satu kutipannya, Imam Syafi’i pernah meyatakan bahwa salah satu ciri orang berilmu dan beradab adalah orang yang meninggalkan kampung halamannya dan pergi untuk memperoleh hal baru yang memang hanya akan ia dapatkan bila ia berhirah yakni : Teman yang lebih banyak, Ilmu yang lebih baik dan Rejeki yang lebih banyak.

Bahkan di suatu sya’ir, Imam Syafi’i mengibaratkan berhijrah dengan perumpamaan yang indah dan logis. Singa yang kuat tidak akan mendapat mangsa jika tidak meninggalkan sarangnya. Setajam apapun anak panah itu tak berguna jika tak dibidikkan. Bijih emas yang tetap didalam tanah itu tiada harganya.Itulah sepenggal sya’ir tersebut.

Imam Syafi’i adalah tokoh yang juga ahli dalam bidang kedokteran. Kecintaan beliau terhadap ilmu kedokteran terlontar melalui petuahnya yang berbunyi, “Aku tidak mengetahui suatu ilmu sesudah halal dan haram yang lebih utama daripada ilmu kedokteran.”  Tidak heran sih beliau berpikir demikian. Faktanya penyakit bisa membatasi aktifitas seseorang. Waktu yang apabila ia sehat bisa ia gunakan untuk berkarya, malah ia habiskan di tempat tidur. Ikhtiar medis tentu saja diperlukan dan untuk menunjang itu, mempelajari ilmu kedokteran adalah hal wajib yang perlu dilakukan.


Inilah yang ingin kubahas mengenai Imam Syafi’i. Aku harap bahasanku ini berefek tidak hanya pada diriku, tapi menginspirasi bagi kita semua yang membaca ini maupun yang memang mengenal beliau karena keharuman sosoknya. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar