Jumat, 27 Maret 2020

[K - Movie] Kim Ji Young, Born 1982


Kim Ji Young Born 1982 : Kesakitan yang Harus Dikisahkan


Pada kesempatan kali ini aku akan menulis review tentang film yang hangat diperbincangkan diakhir 2019 kemarin. Film ini diadaptasi dari novel berjudul sama yang ditulis oleh author Cho Nam Joo. Sebuah karya yang mengangat tema feminisme yang menjadi cukup sensitif di Korea Selatan sana.

Film ini juga tidak jauh dari isu patriarki, paham dimana laki - laki punya peran yang lebih penting dan lebih besar dalam hidup. Sistem dan paham ini membuat laki - laki cenderung lebih ditinggikan dan diutamakan. Baik, langsung saja kita bahas filmnya ya.

SINOPSIS

Kim Ji Young (Jung Yoo Mi) yang diceritakan lahir di tahun 1982 ini merupakan anak kedua dari 3 bersaudara. Ia telah menikah dan memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil. Film ini menceritakan Ji Young baik sebagai anak perempuan, karyawati, menantu, istri sekaligus seorang ibu. Suka dukanya sebagai perempuan dikisahkan secara gamblang dalam film ini.

Kim Ji Young.
Dimulai dari ia yang kurang dihargai karena merupakan cucu perempuan. Begitupun setelah dewasa dan mendapatkan pekerjaan, walaupun kompeten dalam pekerjaannya, Ji Young tidak dipilih menjadi anggota tim perencana. Ini dikarenakan dia adalah seorang perempuan yang menurut perusahaan tidak akan bertahan lama menjadi karyawati. Karyawati juga tidak mendapat kesempatan promosi. Mereka berkata bahwa perempuan tidak seharusnya mengejar karier. Akan percuma bila anak - anak menghancurkan karier mereka karena anak - anak tidak dibesarkan menjadi orang baik.

Semua diskriminasi ini membuat Ji Young marah dan terluka. Mentalnya menjadi sedikit terganggu dan dia jadi memiliki kebiasaan seakan - akan menjadi orang lain. Berkata hal yang berbeda, menjadi orang yang berbeda dari Ji Young yang biasanya. Mendapati ini suaminya ikut terluka. Ia khawatir dan meminta Ji Young berobat ke rumah sakit (ke psikiater). Ji Young menolak ide ini setelah tahu berapa besar uang yang harus mereka keluarkan untuk pengobatan ini. Ji Young bertanya kenapa suaminya ingin Ji Young berobat. Suaminya menjawab itu karena Ji Young kerap berkata soal sering lupa dan kesulitan.


Suami Kim Ji Young.
Tidak sampai disitu. Ji Young kembali ingin bekerja. Suaminya mengalah dan memikirkan kenyamanan serta kesehatan mental Ji Young. Ia rela cuti selama setahun untuk membesarkan Ah Young (anak mereka) supaya Ji Young bisa kembali bekerja dengan tenang. Ji Young senang mendengarnya. Namun ide ini ditentang oleh ibu mertua Ji Young. Ibu mertua Ji Young berkata ini gila, putranya punya masa depan yang cerah. Ia tidak mau mendengar penjelasan Ji Young dan merendahkan, memangnya berapa banyak uang yang bisa seorang ibu hasilkan dari bekerja. Ji Young hanya bisa menangis.

Di bagian akhir Ji Young berkata pada psikiater bahwa hidupnya yang seperti ini cukup bagus. Menjadi ibu dari seseorang, menjadi istri dari seseorang. Sesekali ia merasa bahagia. Namun sesekali Ji Young merasa terkunci disuatu tempat. Ia selalu merasa tertutup tembok. Ia harus bisa menemukan jalan keluar, tapi masih kembali. Meskipun ia menemukan jalan lain, ia masih terhalangi dinding. Sesekali ia ingin bertanya apa sejak awal memang tidak ada jalan keluar ? Semua ini membuatnya marah.

KOMENTAR PENULIS

Menonton film ini membuatku sedih melihat perlakuan diskriminasi. Saat dimana laki - laki jauh lebih diprioritaskan. Seperti yang Ji Young bilang, terkunci disuatu ruangan yang sejak awal memang tidak ada jalan keluar.

Tapi dibalik apapun, tetap ada niat baik disana. Untuk memenuhi hak anak dan rumah, perempuan memang idealnya berdiam dirumah. Dalam agama islam pun dianjurkan demikian. Mengingat dunia pun bukan tempat yang sempurna, perlakuan diskriminasi bukan hal yang aneh bila terjadi. Toh secara fisik pun perempuan memang tidak benar - benar terdesain untuk mencari nafkah. Maksudku, sekeras apapun perempuan mencoba, mereka tidak bisa benar - benar mengalahkan laki - laki dalam hal mencari nafkah.

Dalam artikel ini aku tidak mendukung feminisme atau bagaimana. Perlakuan diskriminasi yang berlebihan memang menyakitkan. Sebenarnya semua ini ada karena salahnya pola pikir dan ego yang membuat manusia bisa dengan begitu mudahnya menyakiti manusia yang lain.

Tapi yang aku pelajari, bahkan negara maju sekalipun mereka masih menempatkan perempuan dan laki - laki dalam posisi yang berbeda. Ada kesan dimana perempuan harus dilindungi dan laki - laki yang harus lebih banyak berperan dalam kehidupan. Perempuan cenderung dinilai sebagai pendukung para laki - laki. Kalian bisa melihat contohnya dengan membaca artikel ini.

Baik. Sekian untuk review kali ini. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar